Disclaimer :
ini bukan posting soal sinyal ponsel, pun bukan posting soal pertunjukan 3 dewa gitar Steve Vai, Joe Satriani & Eric Johnson (which reminds me, I must start watching that DVD again).
Ini adalah posting soal…warna.
Di awal awal dahulu, sempat teramat bingung perihal color scheme pernikahan. Masalah awalnya, dari dulu selalu super ngiler liat wedding outdoor sore hari. Kayaknya seger seger gimana gitu *sruput es teh manis*. Tapi ya berhubung emak sudah kasih veto kudu di gedung jadilah saya sempat berada dalam fase ngambek-ngambek nggak mau mikirin dengan harapan akhirnya dikasih kawin di kebun.
Upaya saya tersebut tentunya…
Gagal.
Sayangnya waktu nggak bisa menunggu, mau sampai kapan ngambek-ngambek nggak mau belanja bahan kebaya? Dikira jahit baju cepet apa gimanah? Alhasil mulailah saya browsing browsing kombinasi warna yang bisa digunakan. Terinspirasi oleh posting yang ini rasanya ingin ikutan nasionalis dan menyesuaikan tema warna dengan akar budaya. Saelaaaaah.
Tapi yang namanya kawinan ranah Minang ya, warnanya nggak jauh-jauh dari merah, kuning, hijau, hitam dan emas. Kudu crong pulak kan ya, mana ada warna-warna kalem coba di sekujur budaya Minang? Cih, apa itu dusty green? Apa itu beige? Berhubung bosan setengah mati dengan tema pernikahan warna merah atau maroon apalagi yang dikombinasi dengan emas, maka jadilah saya pilih hijau ajah.
Menyesuaikan dengan nuansa resepsi yang tidak terlalu menuruti pakem adat, alhasil dipilihlah tema warna semacam berikut
Yeee sebelah mana warna ala Minangnyeee? Iya sih emang maksa sebenarnyah. Ya abis gimana, emang kurang doyan aja sama warna-warna semacam ituh sayanya. Seiring dengan perjalanan waktu, mulai mantap dengan warna tersebut. Apalagi ternyata jeng yang satu ini juga menggunakan tema warna yang mirip, yaitu peacock atau burung merak. Cantik kan ya kan ya kan?
Maka berangkatlah kami ke Mayestik, mencari berbagai kain dengan warna senada tema itu. Dan hasilnya?
Lagi-lagi gagal.
Susah ternyata cari warna semacam itu yang nggak bikin muka saya terlihat dekil. Ditambah lagi si CPP dari awal sudah menyatakan ogah pake warna warni. Maunya kalau nggak emas, abu-abu/silver, hitam, putih. Yaelaaaah gemaneeeee masa’ penganten baru bajunya belang bonteng?
Sampai akhirnya saya bertemu kain yang membuat saya jatuh cinta. Yang melenceng cukup jauh dari skema warna sebelumnya. Daripada niat mulia melestarikan adat cuma dipegang setengah-setengah, ya sekalian sajalah ikuti kata hati dari awal. Bagaimanapun juga ain’t nobody happy if the bride ain’t happy ya toh?
Maka sambutlah, tema warna yang baru : 3G.
(Dusty) Greens
Greys
(Antique) Golds
Semoga ciamik!
Yaayy udah ada color scheme.. lagipula bagusan color scheme yang baru ini loh.. unik-unik gimanaaaa gitu..
iya aku pun lebih doyan yang ini… tapi lagi deg2an baju bridal party kebanting sama tamu. nekat-nekat gw tulis juga nih di undangan : DILARANG PAKE BAJU LEBIH TERANG DARI BAJU CPW.
Cantik loooh warna yang baruu…. 😀
Aku langsung jleb ketika menyinggung maroon-emas, hiks. Tapi gemana dong, lakiku gak mau beskap pink.. 😛
huhuhu jangan jleb dong. Menurut aku sih itu bagus kok apalagi kalau mau setia dengan nuansa tradisional. Namanya pun Indonesia, warna-warnanya mah nggak jauh dari emas merah coklat ya.
Ini laki gw malah lebih susah lagi, maunya cuma pake warna off white atau emas. Lha iki piyee masa belang bonteng sama CPW? Makanya akhirnya color scheme jadi ke sana semua deh ah hohoho.
Pingback: (Late Post) Undangan Akad & Resepsi | Nonsense & a Cup of Cake